Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Ramadhan adalah bulan Ibadah, 
bulan berbuat baik, bulan kebaikan, bulan simpati, bulan pembebasan dari
 neraka, bulan kemenangan atas nafsu, dan kemenangan. Pada bulan 
tersebut, Allah melimpahkan banyak kerunia kepada hamba-hamba-Nya dengan
 dilipatgandakan pahala dan diberi jaminan ampunan dosa bagi siapa yang 
bisa memanfaatkannya dengan semestinya. Berikut ini kami hadirkan 
beberapa amal-amal utama yang sangat ditekankan pada bulan Ramadhan. 
1. Shiyam/PuasaRasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ 
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى 
سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ 
فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ 
أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ 
عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ 
رِيحِ الْمِسْكِ
"Setiap amalan anak Adam akan 
dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 
kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla  berfirman,
 ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan 
membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan 
syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat 
dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika 
berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap 
mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. 
Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 
"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar 
ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan 
minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barang siapa yang tidak meninggalkan 
perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia 
meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu) ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Dalam sabdanya yang lain, "Jika pada 
hari salah seorang kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan 
kata-kata kotor, membaut kegaduhan, dan juga tidak melakukan perbuatan 
orang-orang bodoh. Dan jika ada orang mencacinya atau mengajaknya 
berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang 
berpuasa'." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka jika Anda berpuasa, maka puasakan 
juga pendengaran, penglihatan, lisan, dan seluruh anggota tubuh. Jangan 
jadikan sama antara hari saat berpuasa dan tidak.
2. Al-Qiyam/shalat malam/TarawihNabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat 
malam di bulan Ramadan dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni 
dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Ta'ala berfirman,
وَعِبَادُ
 الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا 
خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا  وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ 
لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا 
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha 
Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan 
rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka 
mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari 
dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (QS. Al-Furqan: 63-64)
Qiyamul lail sudah menjadi rutinitas Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, "Jangan tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya. Apabila beliau sakit atau melemah maka beliau shalat dengan duduk." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu
 biasa melaksanakan shalat malam sebanyak yang Allah kehendaki sehingga 
apabila sudah masuk pertengahan malam, beliau bangunkan keluarganya 
untuk shalat, kemudian berkata kepada mereka, "al-shalah, al-Shalah." 
Lalu beliau membaca:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada 
keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. 
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki 
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132)
Dan Umar bin Khathab juga biasa membaca ayat berikut:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang
 lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam 
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan 
mengharapkan rahmat Tuhannya?" (QS. Al-Zumar: 9)
Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma berkata, "Luar biasa Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu"
 Ibnu Abi Hatim berkata, "Sesungguhnya Ibnu Umar berkata seperti itu 
karena banyaknya shalat malam dan membaca Al-Qur'an yang dikerjakan 
amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu sehingga beliau membaca Al-Qur'an dalam satu raka'at."
Dan bagi siapa yang melaksanakan shalat Tarawih hendaknya mengerjakannya bersama jama'ah sehingga akan dicatat dalam golongan qaimin, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 pernah bersabda, "Siapa yang shalat bersama imamnya sehingga selesai, 
maka dicatat baginya shalat sepanjang malam." (HR. Ahlus Sunan)
3. Shadaqah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 adalah manusia paling dermawan. Dan beliau lebih demawan ketika di 
bulan Ramadhan. Beliau menjadi lebih pemurah dengan kebaikan daripada 
angin yang berhembus dengan lembut. Beliau bersabda, "Shadaqah yang 
paling utama adalah shadaqah pada bulan Ramadhan." (HR. al-Tirmidzi dari
 Anas)
Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan 
memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat 
dalam menunaikannya sesuai kemampuan. Dan di antara bentuk shadaqah di 
bulan ini adalah:
a. memberi makan
Allah menerangkan tentang keutamaan 
memberi makan orang miskin dan kurang mampu yang membutuhkan, dan 
balasan yang akan didapatkan dalam firman-Nya:
وَيُطْعِمُونَ
 الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا 
نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا 
شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا  
فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً 
وَسُرُورًا  وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا 
"Dan mereka memberikan makanan yang 
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. 
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan 
keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula 
(ucapan) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami 
pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh 
kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan 
memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan 
Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga
 dan (pakaian) sutera." (QS. Al-Nsan: 8-12)
Para ulama salaf sangat memperhatikan 
memberi makan dan mendahulukannya atas banyak macam ibadah, baik dengan 
mengeyangkan orang lapar atau memberi makan saudara muslim yang shalih. 
Dan tidak disyaratkan dalam memberi makan ini kepada orang yang fakir. 
Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai 
manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah silaturahim, dan 
shalatlah malam di saat manusia tidur, niscaya engkau akan masuk surga 
dengan selamat." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama salaf ada yang 
mengatakan, "Aku mengundang sepuluh sahabatku lalu aku beri mereka makan
 dengan makanan yang mereka suka itu lebih aku senangi dari pada 
membebaskan sepuluh budak dari keturunan Islmail."
Ada beberapa ulama yang memberi makan 
orang lain padahal mereka sedang berpuasa, seperti Abdullan bin Umar, 
Dawud al-Tha'i, Malik bin Dinar, dan Ahmad bin Hambal Radhiyallahu 'Anhum. Dan adalah Ibnu Umar, tidaklah berbuka kecuali dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Ada juga sebagian ulama salaf lain yang 
memberi makan saudara-saudaranya sementara ia berpuasa, tapi ia tetap 
membantu mereka dan melayani mereka, di antaranya adalah al-Hasan 
al-Bashri dan Abdullah bin Mubarak.
Abu al-Saur al-Adawi berkata: Beberapa 
orang dari Bani Adi shalat di masjid ini. Tidaklah salah seorang mereka 
makan satu makananpun dengan sendirian. Jika ia dapatkan orang yang 
makan bersamanya maka ia makan, dan jika tidak, maka ia keluarkan 
makanannya ke masjid dan ia memakannya bersama orang-orang dan mereka 
makan bersamanya.
b. Memberi hidangan berbukan bagi orang puasa
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 bersabda, "Siapa yang memberi berbuka orang puasa, baginya pahala 
seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya 
sedikitpun." (HR. Ahmad, Nasai, dan dishahihkan al-Albani)
Dan dalam hadits Salman Radhiyallahu 'Anhu,
 "Siapa yang memberi makan orang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka 
diampuni dosanya, dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti 
pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya."
4. Bersungguh-sungguh dalam membaca Al-Qur'an. . . Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya sesuai kemampuan. . .
Dan ini sudah kami ulas dalam tulisan yang lalu berjudul: Teladan Salaf Dalam Membaca Al-Qur'an di Bulan Ramadhan.
5. Duduk di masjid sampai matahari terbit
Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
 apabila shalat Shubuh beliau duduk di tempat shalatnya hinga matahari 
terbit (HR. Muslim). Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, dari 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
مَنْ 
صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى 
تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ 
حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
"Siapa shalat Shubuh dengan berjama'ah, 
lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lalu shalat 
dua raka'at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna, 
sempurna , sempurna." (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Keutamaan ini berlaku pada semua hari, 
lalu bagaimana kalau itu dikerjakan di bulan Ramadhan? Maka selayaknya 
kita bersemangat menggapainya dengan tidur di malam hari, meneladani 
orang-orang shalih yang bangun di akhirnya, dan menundukkan nafsu untuk 
tunduk kepada Allah dan bersemangat untuk menggapai derajat tinggi di 
surga.
6. I'tikaf 
Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Dan pada 
tahun akan diwafatkannya, beliau beri'tikaf selama 20 hari (HR. Bukhari 
dan Muslim).  I'tikaf merupakan ibadah yang berkumpul padanya 
bermacam-macam ketaatan; berupa tilawah, shalat, dzikir, doa dan 
lainnya. Bagi orang yang belum pernah melaksanakannya, i'tikaf dirasa 
sangat berat. Namun, pastinya ia akan mudah bagi siapa yang Allah 
mudahkan. Maka siapa yang berangkat dengan niat yang benar dan tekad 
kuat pasti Allah akan menolong. Dianjrukan i'tikaf di sepuluh hari 
terakhir adalah untuk mendapatkan Lailatul Qadar. I'tikaf merupakan 
kegiatan menyendiri yang disyariatkan, karena seorang mu'takif (orang 
yang beri'tikaf) mengurung dirinya untuk taat kepada Allah dan 
mengingat-Nya, memutus diri dari segala kesibukan yang bisa mengganggu 
darinya, ia mengurung hati dan jiwanya untuk Allah dan melaksanakan apa 
saja yang bisa mendekatkan kepada-Nya. Maka bagi orang beri'tikaf, tidak
 ada yang dia inginkan kecuali Allah dan mendapat ridha-Nya.
7. Umrah pada bulan Ramadhan 
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ
"Umrah pada bulan Ramadhan menyerupai haji."
 (HR. Al-Bukhari dan Muslim) dalam riwayat lain, "seperti haji 
bersamaku." Sebuah kabar gembira untuk mendapatkan pahala haji bersama 
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
8.  Menghidupkan Lailatul Qadar Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّا 
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ  وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ 
الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ 
"Sesungguhnya Kami telah 
menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah 
malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 
"Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar didasari imandan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 berusaha mencari Lailatul Qadar dan memerintahkan para sahabatnya untuk
 mencarinya. Beliau juga membangunkan keluarganya pada malam sepuluh 
hari terakhir dengan harapan mendapatkan Lailatul Qadar. Dalam Musnad 
Ahmad, dari Ubadah secara marfu', "Siapa yang shalat untuk mencari 
Lailatul Qadar, lalu ia mendapatkannya, maka diampuni dosa-dosa-nya yang
 telah lalu dan akan datang." (Di dalam Sunan Nasai juga terdapat 
riwayat serupa, yang dikomentari oleh Al-hafidz Ibnul Hajar: isnadnya 
sesuai dengan syarat Muslim)
. . . Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan malam yang paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim. . .
Terdapat beberapa keterangan, sebagian 
ulama salaf dari kalangan sahabat tabi'in, mereka mandi dan memakai 
wewangian pada malam sepuluh hari terakhir untuk mencari Lailatul Qadar 
yang telah Allah muliakan dan tinggikan kedudukannya. Wahai orang-orang 
yang telah menyia-nyiakan umurnya untuk sesuatu yang tak berguna, 
kejarlah yang luput darimu pada malam kemuliaan ini. Sesungghnya satu 
amal shalih yang dikerjakan di dalamnya adalah nilainya lebih baik 
daripada amal yang dikerjakan selama seribu bulan di luar yang bukan 
Lailatul Qadar. Maka siapa yang diharamkan mendapatkan kebaikan di 
dalamnya, sungguh dia orang yang jauhkan dari kebaikan.
Lailatul Qadar berada di sepuluh hari 
terakhir Ramadhan, tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan malam yang 
paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan 
Muslim, dari Ubai bin Ka'ab Radhiyallahu 'Anhu, "Demi Allah, sungguh aku tahu malam keberapa itu, dia itu malam yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 memerintahkan kami untuk shalat, yaitu malam ke-27." Dan Ubai bersumpah
 atas itu dengan mengatakan, "Dengan tanda dan petunjuk yang telah 
dikabarkan oleh Ramadhan Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada kami, matahari terbit di pagi harinya dengan tanpa sinar yang terik/silau."
Dari 'Aisyah, ia berkata: Wahai 
Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku 
baca? Beliau menjawab, "Ucapkan:
 اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf 
maka ampunilah aku." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)9. Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar
Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan 
adalah waktu-waktu yang mulia dan utama, maka manfaatkanlah dengan 
memperbanyak dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu istijabah, di 
antaranya:
- Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.- Sepertiga malam terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan berfirman, "Adakah orang yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti Aku ampuni dia."
- Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah firmankan, "Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS. Al-Dzaariyat: 18)
Penutup. . . Sesungguhnya berpuasa tidak hanya sebatas meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri, tapi juga mengisi hari-hari dan malamnya dengan amal shalih. . .
Sesungguhnya berpuasa tidak hanya 
sebatas meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri, tapi juga 
mengisi hari-hari dan malamnya dengan amal shalih. Ini sebagai bentuk 
pembenaran akan janji Allah adanya pahala yang berlipat. Sekaligus juga 
sebagai pemuliaan atas bulan yang penuh barakah dan rahmat.
Beberapa amal-amal ibadah di atas 
memiliki kekhususan dan hubungan kuat dengan kegiatan Ramadhan, lebih 
utama dibandingkan dengan amal-amal lainnya. Maka selayaknya amal-amal 
tersebut mendapat perhatian lebih dari para shaimin (orang-orang yang 
berpuasa) agar mendapatkan pahala berlipat, limpahan rahmat, dan hujan 
ampunan. Sesungguhnya orang yang diharamkan kebaikan pada bulan 
Ramadhan, sungguh benar-benar diharamkan kebaikan darinya. Dan siapa 
yang keluar dari Ramadhan tanpa diampuni dosa-dosa dan kesalahannya, 
maka ia termasuk orang merugi. Wallahu Ta'ala A'lam. 
oleh Badrul Tamam

Tidak ada komentar:
Posting Komentar